Bonjour! Siapa yang tidak pernah stres? Nampaknya, hampir tidak ada manusia yang tidak pernah stres, ataupun cemas ya. Tapi, apakah Sobat VloCind pernah memikirkan tentang stress atau rasa cemas itu sendiri? Ada baiknya kita membahasnya lebih dalam lagi untuk menanggulangi dan mengelola secara menyeluruh perasaan gundah gulana ini.
Dewasa kini, stres memiliki banyak definisi, ada yang bilang stres itu jika tak punya uang untuk makan, ada juga yang bilang stres itu kalau makan sendirian. Ya begitulah manusia. Meski beda-beda hal yang membuat stres (atau biasa disebut dengan stressor), tetap saja setiap manusia mengalami stres dalam hidupnya. Konsep "stres" sudah ada sejak zaman Romawi kuno dan digunakan untuk merujuk kepada tekanan fisik, seperti kelelahan bekerja membangun jembatan, colloseum, dan lainnya. Konsep stress baru benar-benar diteliti setelah abad ke-19, dan sejak saat itu konsep stres masih terus menjadi topik menarik bagi para peneliti, baik di bidang fisiologi, medis, hingga psikologi (Robinson, 2018).
Lantas apa sih ciri-ciri stres? Tidak mudah untuk menyadari apakah kita sedang stres atau tidak. Tetapi setidaknya kita bisa menguji beberapa karakteristik ini pada diri kita. Berikut ciri-ciri atau gejala stres dilansir dari laman nhs.uk.
Gejala fisik
- Sakit kepala, dan/atau pusing
- Otot yang tegang atau nyeri
- Mengalami masalah pencernaan
- Sakit dada, dan/atau detak jantung yang lebih cepat dari biasanya
- Kesulitan berkonsentrasi
- Kesulitan mengambil keputusan
- Merasa gelisah, galau, gundah gulana, ketidaktenangan hati
- Terus menerus khawatir
- Mudah lupa
- Mudah tersinggung
- Terlalu banyak tidur atau kurang tidur
- Terlalu banyak makan atau kurang nafsu makan
- Menghindari tempat atau orang tertentu
- Minum minuman beralkohol secara berlebih atau merokok lebih sering
- Belajar untuk rileks. Bisa dilakukan dengan cara menciptakan rutinitas tidur yang baik, olahraga, atau meditasi (seperti olah nafas).
- Latihan untuk selalu thought-aware, atau orang zaman sekarang sebut mindfulness. Terus kelola pikiran, sadari pikiran mana yang negatif, dan ujilah apakah benar demikian atau tidak. Pikiran yang tidak benar apalagi yang negatf lebih baik tidak usah dipikirkan.
- Ubah perspektif atau pola pikir terhadap situasi buruk, dengan melakukan cognitive-restructuring. Cognitive-restructuring adalah teknik yang berguna untuk memahami perasaan dan suasana hati yang tidak bahagia, dan untuk menantang "judgement yang dipegang" yang terkadang salah yang ada di belakangnya. Suasana hati yang buruk tidaklah menyenangkan, dapat mengurangi kualitas kinerja, dan merusak hubungan dengan orang lain. Cognitive-restructuring membantu Anda mengubah pemikiran negatif atau menyimpang yang sering berada di balik suasana hati ini. Dengan demikian, ini membantu Anda mendekati situasi dalam kerangka berpikir yang lebih positif (Cognitive Restructuring: Reducing Stress by Changing Your Thinking, 2014).
- Belajar dari kesalahan dan kegagalan. Selalu ambil hikmah dari setiap kejadian, akan selalu ada "post-traumatic growth".
- Pilah-pilih respon. Semua orang mengalami masalah, tapi setiap orang memiliki respon yang berbeda-beda. Ingat selalu bahwa kita selalu punya pilihan.
- Pertahankan perspektif. Orang-orang yang resilience memahami bahwa, meskipun krisis mungkin tampak luar biasa pada saat itu, hal itu mungkin tidak berdampak besar dalam jangka panjang. Cobalah untuk menghindari membesarkan-besarkan masalah.
- Tetapkan tujuan. Jangan sampai kehilangan arah dalam hidup ini. Dalam tujuan hidup pergunakan SMART (Spesific, Measurable, Achievable, Relevant, Timebound).
- Bangun rasa percaya diri. Orang yang resilience yakin bahwa pada akhirnya pasti jadi sukses, terlepas dari kemunduran atau tekanan yang mungkin dihadapi. Rasa percaya diri juga memungkinkan untuk mengambil risiko: ketika mengembangkan kepercayaan diri dan rasa diri yang kuat, kita memiliki kekuatan untuk terus bergerak maju, dan untuk mengambil risiko yang Anda butuhkan untuk maju.
- Miliki hubungan yang kuat dengan orang-orang terkasih. Orang-orang yang memiliki koneksi yang kuat lebih tahan terhadap stres, dan lebih bahagia.
- Jadilah fleksibel. Orang yang resilience memahami bahwa segala sesuatunya berubah dan bahwa rencana yang dibuat dengan hati-hati, kadang-kadang, perlu diubah atau dibatalkan.
References
Brooks, S. K., Webster, R. K., Smith, L. E., Woodland, L., Wessely, S., Greenberg, N., & Rubin, G. J. (2020). The psychological impact of quarantine and how to reduce it: rapid review of the evidence. The lancet, 395(10227), 912-920.
Cognitive Restructuring: Reducing Stress by Changing Your Thinking. (2014). Mindtools.com. https://www.mindtools.com/pages/article/newTCS_81.htm
Developing Resilience: Overcoming and Growing from Setbacks. (2017). Mindtools.com. https://www.mindtools.com/pages/article/resilience.htm
NHS Choices. (2022). Stress. https://www.nhs.uk/mental-health/feelings-symptoms-behaviours/feelings-and-symptoms/stress/
Robinson, A. M. (2018). Let’s talk about stress: History of stress research. Review of General Psychology, 22(3), 334–342. doi:10.1037/gpr0000137